Selasa, 16 November 2010

kh.maimun zubair

Tanggal lahir Syaikhuna yang selama ini diyakini bertepatan dengan 28 Oktober 1928 ternyata memiliki kejanggalan. Kejanggalan itu terjadi ketika dikonversi ke penanggalan Hijriyah yang ternyata jatuh pada bulan Jumadal Ula. Padahal, seperti disampaikan sendiri oleh Syaikhuna, beliau lahir pada bulan Sya’ban menjelang bulan Ramadhan. Kejanggalan juga terjadi berkaitan dengan wethon. Sebab, 28 Oktober 1928 jatuh pada hari Minggu Wage, sementara Syaikhuna menyebutkan, lahir pada hari Kamis Legi.

Setelah hal ini saya konfirmasikan kepada Syaikhuna sendiri, saya mendapat jawaban bahwa menurut beliau tanggal 28 Oktober 1928 hanyalah perkiraan. Justru beliau yakin bahwa beliau lahir pada Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 atau 1348.

Berdasarkan penghitungan falak, Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 jatuh pada tanggal 27 bertepatan dengan 7 Pebruari 1929. Dan Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1348 jatuh pada tanggal 23 bertepatan dengan 23 Januari 1930. Dengan mempertimbangkan 28 Oktober 1928 sebagai perkiraan, maka bisa disimpulkan tanggal lahir Syaikhuna adalah 27 Sya’ban 1347 H. bertepaatan dengan 7 Pebruari 1929 M., karena tanggal inilah yang lebih dekat dengan 28 Oktober 1928.

Kejanggalan 28 Oktober 1928

Di buku-buku memori siswa Ghozaliyah dan Muhadloroh Al-Anwar, tanggal lahir Syaikhuna tertulis 28-Oktober-1928. Biografi yang ditulis oleh saudara Noor Amin Sa’dullah juga menyebutkan 28-Oktober-1928 sebagai tanggal kelahiran Syaikhuna. Di berbagai biografi yang pernah saya baca, tanggal lahir Syaikhuna juga disebutkan 28-Oktober-1928 yang bertepatan dengan hari sumpah pemuda. Demikian pula biografi yang ditulis KH Muhammad Najih Maemoen menyebutkan hari sumpah pemuda sebagai hari kelahiran Syaikhuna. Dan tanggal inilah yang selama ini diyakini banyak orang sebagai hari kelahiran Syaikhuna.

Pada acara haul Mbah Zubair tahun 1428 lalu, seperti biasa teman teman alumni yang datang, termasuk saya, sowan ke Syaikhuna. Saat itu Syaikhuna sempat ngendikan bahwa beliau lahir bulan Sya’ban menjelang Puasa. Beliau tidak menyebutkan, tanggal berapa tepatnya, tetapi yang jelas sudah mendekati bulan Ramadhan. Beliau hanya memastikan bahwa wetonnya adalah Kamis Legi.

Saya juga menemukan informasi yang sama dalam biografi yang ditulis KH Najih Maimoen. Di situ disebutkan bahwa Syaikhuna lahir di Karangmangu Sarang Rembang pada hari Kamis bulan Sya’ban 1428 H. bertepatan dengan 28 Oktober 1928 M.

Saya penasaran dengan informasi terbaru ini. Begitu pulang ke rumah saya coba otak-atik hari “Sumpah Pemuda” dan Kamis Legi bulan Sya’ban dengan menggunakan hisab ephimeris dengan markaz atau epoch Semarang. Hasil pertama yang saya temukan adalah bahwa tanggal 28 Oktober 1928 M. bertepatan dengan Minggu Wage 14 Jumadal Ula 1347 H. Hasil yang tidak menggembirakan tentunya. Sebab, ternyata hari Sumpah Pemuda tidak bertepatan dengan bulan Sya’ban juga tidak jatuh pada hari Kamis Legi.

Sekarang saya menggunakan asumsi kedua, yaitu penanggalan Hijriyah. Saya coba mencari awal Ramadlan yang berada pada tahun 1928, untuk mengkompromikan antara qaul Sya’ban menjelang Ramadhan dari sisi Hijriyah dengan qaul 28 Oktober 1928 dari sisi Masehi. Dan hasilnya, awal Ramadhan 1346 adalah satu-satunya Ramadlan yang berada pada tahun 1928, tepatnya jatuh pada Kamis Legi 23 Pebruari 1928 dengan hitungan istikmal. Ini juga hasil yang tidak memuaskan. Sebab dengan demikian Kamis Legi bulan Sya’ban tidak ada kena-mengenanya dengan 28 Oktober 1928.

Dengan hasil penghitungan di atas maka hanya ada dua kemungkinan: berpatokan dengan penanggalan Masehi dengan mengabaikan informasi Kamis Legi Sya’ban atau berpatokan pada penanggalan Hijriyah dengan mengabaikan hari Sumpah Pemuda. Sebab 28 Oktober 1928 berada di bulan Jumadal Ula yang berarti jauh dari bulan Sya’ban, dan Sya’ban yang berada di tahun 1928 jatuh pada bulan Pebruari yang berarti jauh dari Oktober.

Kamis Legi Sya’ban 1347 atau 1348

Jalan satu-satunya untuk mengurai kejanggalan di atas adalah bertanya langsung kepada sumber aslinya. Pada hari Rabu 28 Juli 2008 selepas jama’ah Maghrib Al-Anwar saya berkesempatan menghadap Syaikhuna dalam suasana yang kondusif untuk bertanya panjang lebar. Saat itu hanya ada saya, Abdul Aziz, menantu Almaghfurlah Pak Thoyfoer, dan temannya.

Saya bertanya, “Ingkang kawulo mireng, panjenengan lahir tanggal 28 Oktober 1928. Nopo leres mekaten?”.

“iku lha’ mung kiro-kiro, heh”, jawab Syaikhuna.

Sebelum sempat bertanya lebih jauh, kami bertiga dipersilahkan makan. Dan selama di meja makan pembicaraan beralih ke topik lain.

Setelah kembali ke ruang tamu, saya tidak langsung melanjutkan wawancara, karena tampaknya Abdul Aziz perlu menyelesaikan maksud sowannya. Beberapa menit kemudian, baru saya meminta ijin untuk bertanya lagi.

“Nopo leres jenengan lahir teng wulan Sya’ban, Yai”, tanya saya.

“iyo bener”, Jawab Syaikhuna pendek.

“tahune 47 utowo 48, aku lali”, sambung Syaikhuna.

Saya keluarkan pena dan kertas yang memang sudah saya persiapkan, kemudian mencatat hasil wawancara. Saya kembali bertanya, “wetonipun Kemis Legi, leres mekaten, Yai”.

Sambil tersenyum Syaikhuna balik bertanya, “Arep mbok kapakno?”.

“Mboten, Yai. Namung bade nyerat biografinipun panjenenagan”, jawabku singkat.

“iyo Kemis Legi”, demikian akhirnya Syaikhuna menegaskan wetonnya.

Dari wawancara itu saya mendapatkan beberapa fakta penting langsung dari sumber aslinya sbb :

1. Syaikhuna yakin, lahir pada bulan Sya’ban
2. Syaikhuna yakin, lahir pada hari Kamis Legi
3. Syaikhuna yakin, tahun kelahirannya adalah 1347 atau 1348 H.
4. Syaikhuna yakin bahwa tanggal lahir 28 Oktober 1928 hanyalah perkiraan dan bukan kepastian.

Dari keempat fakta diatas, dua fakta pertama merupakan kepastian hari dan bulan, sekaligus kata kunci yang dapat menentukan kepastian tanggal. Sebab Kamis Legi merupakan siklus 35 hari. Berarti dalam satu bulan tidak mungkin terjadi dua Kamis Legi. Bahkan, belum tentu setiap bulan memiliki hari Kamis Legi. Dengan demikian, tanggal kelahiran Syaikhuna adalah tanggal yang jatuh pada Kamis Legi di bulan Sya’ban.

Kemudian fakta ketiga dan keempat adalah petunjuk yang dapat menentukan tahun. Fakta ketiga memberikan dua alternatif tahun, yaitu 1347 dan 1348. Dan fakta keempat adalah perkiraan tanggal yang menggunkan sebuah moment besar sebagai ancer-ancer. Dalam tradisi jawa moment besar biasa digunakan sebagai ancer-ancer hari kelahiran. Misalnya, orang yang lahir satu atau dua bulan setelah Gestapu dikatakan lahir saat Gestapu. Dengan berpegang pada fakta keempat bahwa hari Sumpah Pemuda hanyalah perkiraan, maka fakta keempat adalah ancer-ancer untuk menentukan, apakah Syaikhuna lahir di tahun 1347 atau 1348.

Berdasarkan penjelasan di atas saya merumuskan kerangka dasar untuk menentukan tanggal lahir syaikhuna sbb: Syaikhuna lahir pada tanggal yang bertepatan dengan hari Kamis Legi di bulan Sya’ban pada tahun antara 1347 atau 1348 Hijriyah yang lebih dekat dengan 28 Oktober 1928 Masehi.

Untuk mengimplementasikan kerangka dasar tersebut, pertama-tama saya akan menetapkan, kapan bulan Sya’ban 1347 terjadi. Kemudian saya akan mencari, jatuh pada tanggal berapakah hari Kamis Legi bulan tersebut. Langkah yang sama akan saya lakukan untuk mencari Sya’ban tahun 1348. Jika Sya’ban 1347 dan 1348 sama-sama memiliki hari Kamis Legi, maka saya akan memilih tahun yang lebih dekat dengan tanggal 28 Oktober 1928 M. Dan jika hanya salah satu yang memiliki hari Kamis Legi, maka tahun itulah yang saya tetapkan sebagai tahun kelahiran Syaikhuna.

Perlu dicatat bahwa dalam menetapkan awal bulan Sya’ban saya menggunakan metode Hisab Ephimeris dengan markaz atau epoch Sarang yaitu: 6° 44' LS dan 111° 36', serta batas minimal imakanur ru’yah 2°. Pilihan terhadap metode hisab semata mata karena metode inilah yang mungkin saya gunakan. Sebab saya tidak menemukan dokumentasi ru’yah untuk bulan Sya’ban 1347 ataupun 1348. Dan dalam hal ini, perbedaan ru’yah dan hisab hanya mempengaruhi penetapan tanggal hijriyah saja.

Menurut hasil penghitungan saya, bulan Sya’ban 1347 jatuh pada Sabtu Kliwon, 12 Januari 1929. dan Kamis Legi yang ada dalam bulan tersebut jatuh pada tanggal 27 bertepatan dengan tanggal 7 Pebruari 1929.

Untuk tahun 1348, awal bulan Sya’ban jatuh pada Rabo Wage, 1 Januari 1930. Dan hari Kamis Legi di bulan tersebut jatuh pada tanggal 23 bertepatan dengan 23 Januari 1930.

Dengan demikian baik tahun 1347 maupun 1348 sama-sama memiliki Kamis Legi yang jatuh pada bulan Sya’ban, yaitu:

* Kamis Legi 27 Sya’ban 1347 H. bertepatan dengan 7 Pebruari 1929
* Kamis Legi 23 Sya’ban 1348 H. bertepatan dengan 23 Januari 1930

Dari kedua Kamis Legi Sya’ban di atas, yang lebih dekat dengan 28 Oktober 1928 adalah Kamis Legi Sya’ban tahun 1347. Oleh karena itu saya menyimpulkan bahwa tanggal lahir Syaikhuna adalah 27 Sya’ban 1347 H. bertepaatan dengan 7 Pebruari 1929 M.


Istri dan Putra-Putri Syaikhuna
Print this page Generate PDF

Anak dalam keluarga adalah anugrah terbesar yang merupakan cikal bakal masyarakat dan generasi penerus. Dan memberikan ma’na bahwa masyarakat dan generasi yang baik hanya akan terwujud bila setiap keluarga lebih mengedepankan nilai dan tatanan kebaikan dalam keseharian. Menjadikan mereka berilmu tinggi, berwawasan luas, berakhlaq mulia dan tak kalah pentingnya adalah lantunan do’a yang selalu diharapkan pada saat orang tua telah berada di alam barzah.

Senada dengan itu, KH. Maimoen Zubeir dalam mendidik putra-putrinya selalu mngedepankan pendidikan dan budi pekerti luhur yang keduanya menjadi pondasi utama dalam mengarungi kehidupan menuju kebahagiaan abadi. Tak lupa juga do’a untuk mereka, beliau berharap agar semuanya menjadi anak sholeh sholihah. Dan kiranya Alloh SWT mengabulkan harapan beliau yang dimunajatkan dengan sunguh-sungguh dan tak mengenal kata bosan.

Berikut istri dan putra putri beliau:

* Ibu Nyai Hj. Masthi'ah (Istri)
* KH. Abdullah Ubab Maimoen (Putra Pertama)
* KH. Muhammad Najih Maemoen (Putra Kedua)
* KH. Majid Kamil Maimoen (Putra Keempat)
* KH. Abdul Ghofur Maimoen, MA (Putra Kelima)
* KH. Abdur Rouf Maimoen (Putra Keenam)
* KH. Muhammad Wafi Maimoen (Putra Ketujuh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar