Dalam pandangan umat Islam Indonesia pada umumnya, barangkali, hukuman mati yang dijatuhkan pada Syekh Siti Jenar merupakan akibat kesalahannya dalam pengajaran agama.Lebih khususnya,dalam hal pemahaman akan hakikat hablul min al-allah,hubungan manusia dengan Tuhan. Cerita-cerita yang diabadikan dalam seni tradisional Jawa,kethoprak,misalnya,juga demikian.Produk sinematrografi kita pun menyuguhkan jalan cerita yang tak jauh berbeda.Kebanyakan kitab juga menyatakan demikian.
Menurut K.H.Dachlan Abd.Qohar,anggota Konstituante yang menerjemahkan Kanzul Ulum (Gudang Ilmu) Ibn Bathuthah,yang penulisannya dilanjutkan oleh Maulana Maghribi,sepeninggal Sunan Ampel,Raden Paku menggantikannya sebagai pemimpin Walisongo.Ia pun memanggil wali lain untuk bermusyawarah.Mereka sepakat memanggil Syekh Siti Jenar untuk didudukkan sebagai anggota Walisongo.
Dikirimlah utusan ke Lemah Abang.Apa jawab Syekh Siti Jenar?”Kembalilah kamu ke Giri.Katakanlah kepada Sunan Giri bahwa Syekh Siti Jenar tidak ada.Yang ada disini hanya Allah Subhanahu wa ta’ala”.
Sunan Giri pun minta ia datang bersama Allah.Kali ini ia menjawab,”Suruh Sunan Giri mengaji lagi.Apa ia tidak tahu bahwa Allah ada di mana-mana,dan bahwa Allah lebih dekat daripada tenggorokan dan urat lehernya.”
Para wali menyerahkan masalah ini kepada Sultan Demak.Jawaban Syekh Siti Jenar tetap sama.Maka,soal itu diserahkan kepada Sunan Gunung Jati,yang pernah menjadi gurunya.Para wali pun mendampinginya di Masjid Agung Cirebon.Ketika dipanggil,Syekh Siti Jenar datang.Akan tetapi,ketika para wali bersembahyang,ia shalat batin alias hanya bersemedi.
Kedelapan wali pun bermufakat bahwa sikap Syekh lemah Abang atau Syekh Siti Jenar itu bisa merusak syariat.Bila orang mengikutinya,tak bedalah ibadahnya dari pada orang Hindu,yaitu bersemedi tanpa rukuk dan sujud,seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.Sunan Kudus menyatakan,ia harus di hukum mati.Dan,hukuman mati terhadap Syekh Siti Jenar di jatuhkan oleh Sunan Giri.
Setelah hal itu dilaksanakan,badannya dimakamkan di utara pengimaman Masjid Agung Cirebon,sedangkan kepalanya dikubur di Desa Melati,pada tahun 1480 M.Apa kata orang Cirebon tntang ini?Salah satu versi Babad Cirebon,yang tentu saja lebih menekankan kepemimpinan Sunan Gunung Jati,menceritakan pendebatan yang lebih panjang.Kisah ini ditutup dengan penguburan yang terjadi pada hari Rabu pertama Sapar 1529 M.Tercatat,versi lain lagi menyatakan terjadi pada 1506 M.
Kalimat sumpah atau kutukan yang di ucapkan menjelang ajal ialah,”Sunan Gunung Jati dan para wali,kelak pada akhir zaman,akan ada kerbau bule mata kucing yang mendarat dari laut.Itulah yang akan menumpas/menjajah turunanmu.”
Vonis Politik
Nukilan di atas memang menguatkan anggapan,hukuman mati yang di terima Syekh Siti Jenar merupakan akibat kesalahannya dalam mengajarkan agama.Salah satu naskah yang jelas-jelas menyatakan hukuman mati Syekh Siti Jenar sebagai pengadilan politik ialah serat Darmagandhul.
“Sawise masdjid dadi,banjur pada salat ana ing masdjid,sakbakdane salat,bandjur tutup lawang,wong kabeh dipangandikani dening Sunan Benang,jen Adipati Demak arep didjumenengake nata,sarta bandjur arep ngrusak Madjapahit,jen wis padha rudjuk,bandjur arep kepjakan tumuli.Para sunan lan para bupati wis padha rujuk kabeh,mung sidji kang ora rudjuk,ija iku Sjeck Siti Djenar.Sunan Benang duka,Sjeck Siti Djenar di pateni,dene kang kedhawuhan mateni ija iku Sunan Giri,Sjeck Siti Djenar dilawe gulune mati.”
(“Setelah masjid itu jadi,mereka bersama-sama salat di dalam masjid.Setelah salat,mereka menutup pintu.Semua orang diberi tahu oleh Sunan Benang bahwa Adipati Demak akan dijadikan raja,juga akan menyerang Majapahit.Jika sudah sama-sama bersepakat,mereka akan bersiap-siap melaksanakan.Para sunan dan bupati semuanya setuju,hanya satu yang tidak,yaitu Syekh Siti Jenar.Sunan Benang marah,Syekh Siti Jenar dibunuh.Adapun yang disuruh membunuh ialah Sunan giri,leher Syekh Siti Jenar dijerat mati.”)
“Sadurunge Sjech Siti Djenar tumeka ing pati,ninggal swara:Eling-eling ngulama ing Giri,kowe ora tak wales ing achirat,nanging tak wales ana ing donja kene bae,besuk jen ana Ratu Djawa kanthi wong tuwa,ing kono gulumu bakal tak lawe genti,”Sunan Giri mangsuli:’ija besuk wani,saiki wani,aku ora bakal mundur’.”
(“Sebelum menghembuskan napas terakhir,Syekh Siti Jenar berkata,”Ingatlah ulamadi Giri,kamu tidak kubalas di akhirat,melainkan di dunia saja.Kelak,bila ada raja Jawa berusia tua,saat itu kamu akan ganti kugantung.’Sunan giri menjawab,’Kelak berani,sekarang berani.Aku tidak akan mundur’.”)
Siapa yang menulis Dharmagandhul ? Menurut babon(naskah induk) asli yang di tinggalkan K.R.T.Tandhanagara,Purwasari.sala,kitab ini ditulis oleh orang yang mengaku murid Raden Budi Sukardi,pada hari Tumpak Manis (Rabu Legi) 2 Ruwah tahun Je: wuk guna ngesthi nata atau 1830 J (1318 H/1990 M).Akan tetapi,ahli sastra jawa,Bratakesawa,menyatakan,Darmagandhul,juga Gatholoco,ditulis oleh Pangeran Suryanegara,putra Sultan hamengku Buwana VI (1855-1877).
Sabtu, 16 Oktober 2010
Mengungkap Kematian Syekh Siti Jenar Karena Fatwa Wali atau Intrik Politik ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar